Langsung ke konten utama

Status kewarganegaraan anak yang lahir di Indonesia dan dari perkawinan campuran

Pasal  41 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia : ” Anak yang lahir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf I dan anak yang diakui atau diangkat secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebelum undang-undang iini diundangkan dan belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan undang-undang ini dengan mendaftarkan diri kepada Menteri melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 (empat) tahun setelah undang-undang ini diundangkan.”   Bahwa terhadap anak-anak yang berada di luar cakupan Pasal 41 tersebut yaitu anak-anak hasil perkawinan campuran dan anak-anak yang lahir di negara Ius Soli (berdasar tempat kelahiran), yang tidak mendaftar sebagai anak berkewarganegaraan ganda atau anak-anak yang sudah mendaftar tetapi tidak atau terlambat memilih Kewarganegaraan Republik Indonesia hingga batas waktu yang ditentukan Undang-Undang b

korupsi dan dunia pendidikan

Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan sendiri memiliki makna sebagai Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Undang-undang menyebutkan bahwa pendidikan nasional adalah Pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Sedangkan sistem pendidikan nasional adalah sebuah kesatuan, keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Itu berarti dapat saya katakan bahwa tujuan mulia pendidikan memiliki keterkaitan yang erat antar pelaku pendidikan itu sendiri, negara dan masyarakat.

Pasal 39 (2) Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa “Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”. Lebih lanjut dalam Pasal 40 (2) mengenai kewajiban pendidik disebutkan bahwa “Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban untuk :

  1. menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis;
  2. mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan
  3. memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya”.
Sebuah amanat yang sangat mulia, tetapi bagaimanakah kemuliaan itu juga merasuk dan terimplementasikan dalam kegiatannya memberikan pendidikan terhadap anak didik. Sangat jelas sekali undang-undang memposisikan mereka sebagai seorang yang profesional dan secara moral adalah teladan yang harus dicontoh.  Tetapi apakah secara praktis telah demikian wajah pendidik kita? Lihat saja kekerasan yang dilakukan oleh pendidik terhadap anak didiknya,  kecurangan dalam pendidikan dan pelaksanaan pendidikan, atau kejahatan-kejahatan yang lain.

Jika kita bicara korupsi, satu hal yang muncul dalam benak saya adalah “uang”. Akar permasalahan yang menjadikan seseorang melakukan korupsi adalah uang, awalnya. Meskipun ada banyak hal yang masuk dalam kategori korupsi, tetapi dalam hal ini saya hanya akan membahas sedikit saja dari kategori korupsi.
Ada beberapa definisi Korupsi dalam UU Tipikor adalah tindakan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dalam pasal 3nya disebutkan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatukorporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Korupsi di dunia pendidikan, yang berkaitan dengan pengadaan barang / alat-alat/ sarana pendidikan sebenarnya juga bukan hal baru yang fantastis mengagetkan. Tetapi ketika kita melihat tujuan mulia pendidikan itu sendiri, sungguh hal yang sangat disayangkan, karena bagaimanapun juga kegiatan pendidikan dilakukan untuk tujuan mulia dan oleh tenaga yang mulia pula. Sangat ironis ketika hal tersebut tercemari oleh kepentingan-kepentingan tertentu.
Tetapi apakah kemudian korupsi hanya milik lini-lini kehidupan tertentu? Hanya ada dan pantas bagi segi kehidupan tertentu? Fenomena korupsi harus dikembalikan pada moral para pelaku dan tegaknya hukum itu sendiri.  Bagaimana segala proses hubungan antar manusia, manusia dan negara dapat berjalan sebagaimana dicita-citakan.

Korupsi dalam dunia pendidikan sebenarnya adalah contoh buramnya kualitas pendidikan kita. Dari segi materi kesejahteraan tenaga pendidik telah banyak mengalami peningkatan sejak masa pemerintahan Gus Dur hingga sekarang. Semestinya secara moral sesuai amanat undang-undang, seorang pendidik harus mempu mengemban keprofesionalan dan kemuliaan predikat yang disandangnya, karena sebagai insan akademis tentunya memiliki kualitas intelektual yang lebih menonjol.  Termasuk ketika harus berpikir kreatif untuk mengatasi kendala “keuangan” yang barangkali menjadi salah satu pencetus munculnya tindakan korupsi. Kreatifitas yang tidak meninggalkan faknya sebagai seorang pendidik.  Negara tentunya juga harus lebih bisa menghargai hasil karya anak bangsa dalam dunia kependidikan sehingga ada rangsangan positif untuk terus berkembang dan berkarya.

Satu harapan besar kita pikulkan pada para pendidik kita untuk mencetak manusia-manusia yang secara aktif mampu mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Postingan populer dari blog ini

CERAI RAPAK

Syariat Islam memberikan jalan keluar bagi pasangan suami istri ketika mereka tidak lagi merasakan ketenangan dan kebahagiaan dalam keluarganya. Baik dalam bentuk Cerai Talak yang itu berada di tangan suami atau Gugat Cerai (khulu’) sebagai jalan keluar bagi istri yang tidak memungkinkan lagi untuk tinggal bersama suami Cerai rapak  adalah istilah yang sering digunakan oleh masyarakat muslim di indonesia bila  cerai  dilakukan  oleh pihak istri  kepada suami. Cerai Rapak, model ini dilakukan dengan cara mengajukan permintaan perceraian kepada Pengadilan Agama. Dan perceraian tidak dapat terjadi sebelum Pengadilan Agama memutuskan secara resmi. Sebab istri mengajukan jalan rapak atau mengajukan gugatan Suami tidak mau mengurus untuk mengajukan gugatan cerai talak secara sah ke pengadilan Suami tidak diketahui keberadaanya Konsultasi

ALAMAT PENGACARA SEMARANG

Kantor Pengacara WDY & Partners Jl. Bledak Kantil II No.45, Tlogosari Kulon, Kec. Pedurungan, Kota Semarang, Jawa Tengah 50196 Tel / WA +6285225446928

Alamat Pengadilan Negeri Semarang

Pengadilan Negeri Semarang Alamat: Jl. Siliwangi No.512, Kembangarum, Kec. Semarang Bar., Kota Semarang, Jawa Tengah 50146