Langsung ke konten utama

Status kewarganegaraan anak yang lahir di Indonesia dan dari perkawinan campuran

Pasal  41 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia : ” Anak yang lahir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf I dan anak yang diakui atau diangkat secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebelum undang-undang iini diundangkan dan belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan undang-undang ini dengan mendaftarkan diri kepada Menteri melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 (empat) tahun setelah undang-undang ini diundangkan.”   Bahwa terhadap anak-anak yang berada di luar cakupan Pasal 41 tersebut yaitu anak-anak hasil perkawinan campuran dan anak-anak yang lahir di negara Ius Soli (berdasar tempat kelahiran), yang tidak mendaftar sebagai anak berkewarganegaraan ganda atau anak-anak yang sudah mendaftar tetapi tidak atau terlambat memilih Kewarganegaraan Republik Indonesia hingga batas waktu yang ditentukan Undang-Undang b

Cyberspace VS Hukum Telematika

Sejak berkembanganya teknologi informasi yang ditandai perkembangan perangkat-perangkat pengolah informasi seperti komputer, maka sistem jaringan komunikasi menjadi semacam infrastruktur bagi teknologi informasi. Hubungan bisnis melalui komunikasi konvensional via telepon misalnya, dirasakan sudah tidak lagi memenuhi kebutuhan dalam dunia perdagangan global. Internet banyak digunakan. Bahkan tidak hanya informasi-informasi yang sifatnya ekonomis, informasi sebagai entertainment juga menjadi bagian jaringan komunikasi yang global ini.

Konvergensi antara telekomunikasi dan informatika kemudian menghasilkan sebuah media baru yang oleh penggunanya disebut-sebut sebagai cyberspace, suatu dunia maya yang bergerak tanpa batas. Semua informasi yang merupakan hasil ekspresi pikiran dan gagasan manusia tertuang di dalamnya. Seolah setiap orang dapat menuangkan dengan bebas setiap ide dan gagasannya yang merupakan manifestasi dari prinsip kebebasan mengemukakan pendapat.

Istilah cyberspace sendiri mulai popular dalam sebuah novel science fiction karya William Gibson, Neuromancer. Cyberspace itu menggambarkan suatu halusinasi adanya alam lain saat bertemunya teknologi telekomunikasi dan informasi. Keberadaan alam lain yang global ini seolah memberi kesempatan kepada penggunanya untuk mengekspresikan kebebasan yang sebebas-bebasnya atas dasar kebebasan mengemukakan pendapat. Mereka cenderung tidak mengindahkan norma-norma yang berlaku sehari-hari di masyarakat.

Benarkah cyberspace adalah dunia maya yang tanpa batas? Sepertinya agak sulit menerima kebenaran yang demikian. Menurut Edmon Makarim SH, SKom., dalam bukunya Kompilasi Hukum Telematika, dikemukakan bahwa substansi dari cyberspace sebenarnya adalah keberadaan informasi dan komunikasi itu sendiri yang dilakukan secara elektronik dalam bentuk visualisasi tatap muka yang interaktif. Kemudian, virtual communication ini disadari merupakan virtual reality yang sering disalahartikan sebagai alam maya, padahal keberadaan dari sistem elektronik itu sendiri adalah konkret karena bentuk komunikasi virtual tersebut sebenarnya dilakukan dengan cara representasi informasi digital (0 dan 1) yang bersifat diskrit.

Informasi yang disampaikan melalui dunia maya (Virtual communication) itu tidak lepas dari virtual reality, akan ada semacam feedback dari virtual reality terhadap virtual communication, misalnya karena merugikan atau mengganggu kepentingan umum. Menunjukkan gambar porno seorang artis terkenal yang hanya merupakan manipulasi gambar di internet, tentu bukan pekerjaan sulit bagi mereka yang memang menguasai teknologi informasi. Tapi dampaknya dalam virtual reality, nama baik artis yang bersangkutan akan tercemar. Jadi keduanya pasti akan bersinggungan.

Persinggungan ini disadari memang banyak menimbulkan kerugian, baik bagi personal maupun kepentingan publik. Untuk itu, keberadaannya perlu diselaraskan dengan kehidupan manusia, perlu dibatasi oleh seperangkat peraturan-peraturan. Namun di sisi lain, jangan sampai peraturan-peraturan tersebut membelenggu juga kebebasan orang untuk mendapatkan informasi, kebebasan orang untuk mengemukakan pendapat.

Dalam ilmu hukum, istilah cyberspace sering disebut sebagai telematika. Jadi, hukum yang dikembangkanpun dinamakan hukum telematika. Digunakannya istilah telematika karena lebih menunjukkan suatu sistem elektronik yang lahir dari hasil perkembangan dan konvergensi telekomunikasi, media dan informatika. Sementara istilah cyberspace lebih menunjukkan halusinasi alam virtualnya saja.

Telematika melihat bahwa konvergensi telekomunikasi, media dan informatika sebagai suatu perkembangan dalam teknologi perlu mendapat pengaturan-pengaturan. Aturan-aturan tersebut, sebagai mana layaknya tujuan keberadaan hukum, berguna untuk melakukan pengendalian sosial di masyarakat, mengharmoniskan interaksi antara sesama anggota masyarakat dan mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian, hukum telematika dapat mengendalikan masyarakat dalam menilai arti kebebasan mengemukakan pendapat dalam cyberspace, agar konsep kebebasan mengemukakan pendapat yang selama ini dijunjung tinggi tidak sampai merugikan kepentingan pihak lain yang tidak bersalah

Namun, telah disadari oleh banyak kalangan, termasuk pakar hukum dan teknologi informasi, bahwa terdapat kesenjangan antara hukum dan teknologi. Hukum selalu tertinggal oleh dinamika teknologi. Perkembangan hukum cenderung memakan waktu yang lama, hal ini mungkin karena sifatnya yang kaku dan terlalu birokratis. Sementara, dinamika teknologi berkembang begitu cepat tanpa batas-batas kaku yang birokratis seperti hukum. Ketimpangan ini sering menimbulkan ruang-ruang kosong dalam hukum yang dapat menimbulkan kebingungan dalam masyarakat.

Ketimpangan ini sudah selayaknya harus dibayar agar suatu informasi menjadi lebih efektif di tengah-tengah masyarakat secara kualitatif. Kajian-kajian teknologi informasi di tengah-tengah masyarakat informasi yang mulai berkembang harus diiringi pula oleh kajian hukum terhadap informasi agar keduanya dapat selaras. Bukankah kita juga ingin jadi masyarakat yang maju? 

Dadang Sukandar/Sinar Harapan/LegalAksesCom

Postingan populer dari blog ini

CERAI RAPAK

Syariat Islam memberikan jalan keluar bagi pasangan suami istri ketika mereka tidak lagi merasakan ketenangan dan kebahagiaan dalam keluarganya. Baik dalam bentuk Cerai Talak yang itu berada di tangan suami atau Gugat Cerai (khulu’) sebagai jalan keluar bagi istri yang tidak memungkinkan lagi untuk tinggal bersama suami Cerai rapak  adalah istilah yang sering digunakan oleh masyarakat muslim di indonesia bila  cerai  dilakukan  oleh pihak istri  kepada suami. Cerai Rapak, model ini dilakukan dengan cara mengajukan permintaan perceraian kepada Pengadilan Agama. Dan perceraian tidak dapat terjadi sebelum Pengadilan Agama memutuskan secara resmi. Sebab istri mengajukan jalan rapak atau mengajukan gugatan Suami tidak mau mengurus untuk mengajukan gugatan cerai talak secara sah ke pengadilan Suami tidak diketahui keberadaanya Konsultasi

ALAMAT PENGACARA SEMARANG

Kantor Pengacara WDY & Partners Jl. Bledak Kantil II No.45, Tlogosari Kulon, Kec. Pedurungan, Kota Semarang, Jawa Tengah 50196 Tel / WA +6285225446928

Alamat Pengadilan Negeri Semarang

Pengadilan Negeri Semarang Alamat: Jl. Siliwangi No.512, Kembangarum, Kec. Semarang Bar., Kota Semarang, Jawa Tengah 50146