Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2013

Status kewarganegaraan anak yang lahir di Indonesia dan dari perkawinan campuran

Pasal  41 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia : ” Anak yang lahir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf I dan anak yang diakui atau diangkat secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebelum undang-undang iini diundangkan dan belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan undang-undang ini dengan mendaftarkan diri kepada Menteri melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 (empat) tahun setelah undang-undang ini diundangkan.”   Bahwa terhadap anak-anak yang berada di luar cakupan Pasal 41 tersebut yaitu anak-anak hasil perkawinan campuran dan anak-anak yang lahir di negara Ius Soli (berdasar tempat kelahiran), yang tidak mendaftar sebagai anak berkewarganegaraan ganda atau anak-anak yang sudah mendaftar tetapi tidak atau terlambat memilih Kewarganegaraan Republik Indonesia hingga batas waktu yang ditentukan Undang-Undang b

Hak Asuh Anak setelah Perceraian

Prosedur Hak Asuh Anak Pasca Cerai Dalam pasal 41  Undang-Undang perkawinan tahun 1974 menyebutkan bahwa salah satu akibat dari putusnya perkawinan adalah : (1) ibu atau ayah tetap memiliki kewajiban untuk memelihara dan mendidik anak. Jika terjadi perselisihan mengenai penguasaan anak, maka pengadilan yang akan memberikan keputusan kepada siapa hak asuh anak tersebut kemudian akan diberikan; (2) ayah yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan oleh anak itu, apabila bapak dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut; (3) pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas isteri . Dalam Undang-Undang perkawinan tidak terdapat pasal yang menjelaskan hak asuh anak pasca cerai jatuh pada ayah atau ibu, akan tetapi terkait dengan hal ini Kompilasi Hukum Islam Tahun 1991 pasal 105 m

HADIAH RUMAH DARI SUAMI KEPADA ISTRI

Ketentuan mengenai harta bersama atau harta kekayaan dalam perkawinan (Syirkah) di dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur di dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UUP”). Di dalam Pasal 35 ayat (1) UUP disebutkan bahwa: “Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama”. Kemudian, di dalam Pasal 1 huruf f Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) harta bersama diatur sebagai berikut : Harta kekayaan dalam perkawinan atau Syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami-isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun; Namun demikian, dalam Pasal 35 ayat (2) UUP dinyatakan, “harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.”

IZIN CERAI

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Karena tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, maka perceraian sejauh mungkin dihindarkan dan hanya dapat dilakukan dalam hal-hal yang sangat terpaksa. Perceraian hanya dapat dilakukan apabila ada alasan-alasan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan. Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur Negara dan abdi masyarakat harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan, dan ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pegawai Negeri Sipil dan pejabat yang tidak menaati atau melanggar ketentuan mengenai izin perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil dijatuhi hukuman disiplin. Untuk kepentingan penyelenggaraan sistem informasi kepegawaian, setiap perkawinan, perceraian, dan pe

CERAI KARENA SMS MESRA

Bla salah satu pihak dalam suatu pasangan menduga bahwa pasangannya melakukan perselingkuhan dengan orang lain melalui bukti SMS mesra di antara mereka. Mengenai hal ini, perselingkuhan salah satu pasangan dapat menjadi batu ujian dalam sebuah perkawinan. Perselingkuhan juga dapat menjadi pemicu retaknya rumah tangga karena dapat membuat antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran. Mengenai SMS mesra antara suami/istri dengan orang lain dapat disampaikan untuk mendukung/memperkuat gugatan cerainya. Selain itu juga perlu disampaikan bukti-bukti lain kepada pengadilan bahwa antara suami dan istri sering terjadi perselisihan dan pertengkaran sedemikian rupa sehingga tidak ada tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga, maka hal merupakan alasan yang dijadikan dasar untuk perceraian. Sebagai contoh, kita dapat melihat Putusan Mahkamah Agung Nomor: 0044/Pdt.G/2013/PA.Plg mengenai gugatan cerai yang diajukan oleh isteri (Penggugat) terha

GONO GINI SUAMI YANG TIDAK PERNAH BERI NAFKAH

Apakah adil bila harta bersama dibagi rata padahal selama menjalani pernikahan suami tak menafkahi keluarga Dalam Pasal 35 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) menyatakan harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Sedangkan, harta bawaan masing-masing suami isteri sebagai hadiah atau warisan ada di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak menentukan lain. Ketentuan yang lebih jelas dimuat dalam Kompilasi Hukum Islam (“KHI”). Pasal 1 huruf f KHI menyatakan harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama-sama suami-isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun.

CERAI KARENA TIDAK PUNYA KETURUNAN

Pada penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan dan Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentangPelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“PP Perkawinan”), yaitu : Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya; Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung; Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain; Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri; Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukunlagi dalam rumah tangga. Selain alasan-alasan tersebut,

Perceraian PNS

Seperti yang diketahui, untuk urusan perkawinan dan perceraian bagi PNS diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 10 Tahun 1983 (PP 10) yang diubah dengan PP No 45 Tahun 1990 (PP 45). Ada beberapa Pasal dalam PP 10 yang diubah dengan PP 45. Selebihnya, PP 10 masih berlaku. Khusus mengenai perceraian diatur dalam Pasal 3 PP 45 dijelaskan bahwa PNS yang menggugat cerai pasangannya harus mendapat izin dari pejabat. Jika PNS berada dalam posisi sebagai tergugat cerai, ia tetap harus memberitahukan adanya gugatan perceraian itu. Izin maupun pemberitahuan itu harus disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan yang mendasari gugatan perceraian itu. Sementara dalam Pasal 5 Ayat (2) disebutkan, setiap atasan dari PNS wajib memberikan pertimbangan dan meneruskannya kepada pejabat melalui saluran hirarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan setelah menerima izin perceraian PNS dimaksud. Selanjutnya Pasal 8 Ayat (1) Jo. Ayat (2) PP 45 menjelaskan, bila percera

Dua Pengadilan Bisa Mengadili Sengketa Perbankan Syariah

JAKARTA - Pengadilan umum dan pengadilan agama bisa mengadili sengketa perbankan syariah. Peradilan itu sering menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat. Kondisi ini menimbulkan adanya uji materi hal tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK). ”Pengadilan sengketa perbankan syariah terbagi dua. Ada yang ke pengadilan umum dan pengadilan agama karena memang seperti itu undang-undangnya,” kata Ketua Kamar Pengadilan Agama Mahkamah Agung, Andi Syamsul Alam, di Gedung Mahkamah Agung Jakarta, Jumat (3/5). Dia menjelaskan, perbedaan sengketa tersebut apakah masuk pengadilan umum dan agama tergantung akad dan transaksi di suatu bank syariah. Artinya, kapasitas pengadilan ditentukan transaksi yang disengketakan dalam perbankan syariah. ”Majelis hakim yang akan menilai, mana yang transaksinya merujuk dan harus diadili di peradilan umum dan mana yang merujuk pada peradilan agama. Jadi yang menentukan sekali adalah perbankan,” ujar Andi. Dia menyatakan peradilan umum dan agama memiliki kes

PROSES DAN MEKANISME PENYELESAIAN PERKARA PIDANA BERDASARKAN KUHAP

Proses dan mekanisme penyelesaian perkara pidana menurut KUHAP meliputi 3 (tiga) tahapan, sebagai berikut : 1. Tahap pemeriksaan di tingkat penyidikan 2. Tahap penuntutan 3. Tahap pemeriksaan di sidang pengadilan I. Penyeleasian Perkara di Kepolisian Penyelidikan adalah serangkian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai perbuatan pidana, guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tentang perbuatan pidana yang terjadi, guna menemukan tersangkanya. Dimulainya Penyidikan Dalam hal penyidik telah memulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang diduga merupakan perbuatan pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum (Vide Pasal 109 ayat (1) KUHAP) Pemberitahuan dimulainya penyidikan dilakukan dengan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan), yang dilampiri : - Laporan polis

NIKAH MUHALLIL

Nikah Cina Buta , dalam Hukum Islam dikenal dengan sebutan Nikah Muhalill . Arti dari Muhalil sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah:  (1) orang yang nikah dengan perempuan yg telah tiga kali ditalak suaminya, sesudah itu diceraikannya supaya perempuan itu dapat kawin lagi dng bekas suaminya yg terdahulu;  (2) cina buta. KH. Husein Muhammad dalam artikelnya yang berjudul Nikah Cina Buta yang dimuat dalam laman fahmina.or.id. KH. Husein Muhammad menjelaskan bahwa nikah cina buta adalah istilah yang populer dalam sejumlah daerah di Indonesia, antara lain Aceh. Dalam hukum Islam, Kawin Cina Buta disebut Nikah Muhallil. Muhallil secara literal berarti "orang yang menghalalkan". Nikah Muhallil adalah pernikahan yang dilangsungkan antara seorang laki-laki dan perempuan janda cerai/talak tiga sebagai cara atau mekanisme untuk menghalalkan kembali hubungan seks antara perempuan tersebut dengan bekas suaminya.