Pasal 41 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia : ” Anak yang lahir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf I dan anak yang diakui atau diangkat secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebelum undang-undang iini diundangkan dan belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan undang-undang ini dengan mendaftarkan diri kepada Menteri melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 (empat) tahun setelah undang-undang ini diundangkan.” Bahwa terhadap anak-anak yang berada di luar cakupan Pasal 41 tersebut yaitu anak-anak hasil perkawinan campuran dan anak-anak yang lahir di negara Ius Soli (berdasar tempat kelahiran), yang tidak mendaftar sebagai anak berkewarganegaraan ganda atau anak-anak yang sudah mendaftar tetapi tidak atau terlambat memilih Kewarganegaraan Republik Indonesia hingga batas waktu yang ditentukan Undang-Undang b
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga Wali dalam pernikahan adalah pihak pertama dalam aqad nikah, karena yang mempunyai wewenang menikahkan mempelai perempuan.
Undang-undang Perkawinan menerangkan bahwa keberadaan wali dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita. Apabila wali mencegah untuk menikahkan, maka wali tersebut dinamakan wali ’adal.
Bermula dari kasus pernolakan permohonan Wali Adhol di Pengadilan Agama Lumajang, perkara Nomor 08/Pd.P/2005/PA.Lmj, dimana pemohon mengajukan permohonan wali adhol karena Wali Pemohon menolak calon penolaka karena alasan tidak sekufu.
Ternyata Hakim menolak permohonan perkara Nomor 08/Pd.P/2005/PA.Lmj tersebut karena dalam permohonannya pemohon melakukakan kesalahan dalam pengajuan tuntutan dimana pemohon :
menuntut agar Kepala KUA setempat berhak menikahkan pemohon dengan wali pemohon sebagai wali hakim.
menuntut agar Kepala KUA setempat berhak menikahkan pemohon dengan wali pemohon sebagai wali hakim.
Seharusnya adalah :
Menuntut agar Pengadilan memberi ijin kepada pemohon untuk menikah dengan calon suaminya dengan wali Hakim
hal ini dikarenakan di dalam perkara voluntair itu seharusnya pemohon menuntut untuk dirinya sendiri bukan untuk orang lain.
Bagi calon mempelai dengan walinya sudah seharusnya menjalin suatu hubungan yang harmonis untuk menghindari suatu perbedaan pendapat. Hal tersebut bisa memicu ketidakharmonisan antara keduanya.
Perlu ditegaskan bahwa ketidak sekufuan hanya akan mengakibatkan suatu kesenjangan sosial. Dimana dalam kenyataanya, sekufu seharusnya dilihat dari sisi Agama dan akhlaknya, bukan dilihat dari keadaan fisiknya karena dimata Allah semua manusia sama derajatnya hanya akhlak dan ketaqwaanya saja yang membedakan